Jumat, 14 Agustus 2009

Mamah Gak Setuju...!

"Mah, gimana kemaren..ktemuan dengan ikhwan calonku itu..?" tanya Risma manja.



"Ikhwan apa bakwan ? Lemes banget orangnya, kurus lagi.." kata Ibunya Risma meledek sambil memonyongkan mulutnya.



"Ih..mamah serius nihh.." rajuk Risma



"Hehe, ya mamah serius..kamu harus terima yah kata-kata mamah.." si ibu menampakkan

mimik serius kali ini. Risma menatap wajah serius ibunya.



"Risma, Mamah tegaskan kali ini Mamah bener-bener nggak setuju.." pelan-pelan tapi tegas ibunya berbicara.



Wajah Risma terlihat memelas. Tampak kekecewaan terbersit di wajahnya. Maklum saja, ini ta'aruf kelima yang dijalaninya. Haruskah ia membuka lembaran baru biodata para lelaki dari ustadzahnya ? Haruskah ia mencari lagi calon pria yang bisa mengisi lubang di hati ? Haruskah ia mencari lagi wajah yang nantinya bakal menghiasi hari-harinya ?



"Heh! Bengong lagi! " tegur si ibu sambil menepuk paha Risma.



Terkejut Risma sambil tersipu. Ingin rasa membalas perkataan ibu. Tapi mulut terasa mengunci. Ia tak tahu apa lagi yang harus diucapkan. "Duuh, segitunya, kamu seneng banget ya sama si ikhwan ini ?" si Ibu rupanya tahu si anak kecewa. Sambil membetulkan jilbabnya, wanita paruh baya itu tersenyum lalu berkata, "Risma,,mamah bener-bener gak setuju" masih pelan seperti tadi.



"Kenapa sih Mah ?" suara Risma bergetar. Perempuan muda itu. Aktivis yang biasa membakar semangat juniornya di kampus itu suaranya bergetar, seakan ingin menangis.



"Lho, lho..kok nangis sih anak mamah tersayaang.. " dekapan sang ibu membuat air mata Risma semakin berderai-derai.



"Hey, hey,,kok cengeng banget sih anak mamah..dengerin mamah sini.."



Risma masih menunduk. Mencoba hentikan isaknya, tapi tak kuasa. Ya ALLAH..



"Risma, Mamah gak setuju kalo lama-lama.." ujar si Ibu, masih pelan. Senyumnya makin lebar sambil melihat anaknya terbengong-bengong. "ee..maksud mamah ?" tanya Risma, masih dengan suara bergetar,



"Hehehe,,mamah gak setuju kalo kita tolak dia, mamah gak setuju kalo kita menunda-nunda utk mendengarkan si ikhwan mengucap ijab…" kaget juga si Risma mendengar ibunya bicara agak keras dengan senyum lebar mengembang. Tapi kali ini tangis Risma terhenti dan senyum malu-malunya menyembul.



"Mamah lihat dia memang beda dengan calon-calonmu sebelumnya.. ikhwan yang satu ini bener-bener Sho-Gun.."



"Sho-Gun..apaan tuh mah.."



"Sholeh & Gun-Thenk.." kata sang Ibu cerah.



"Aah..mamah….maksain" Risma memeluk ibunya. Pelukan bahagia. InsyaALLAH ia akan melepas masa lajangnya. Suatu saat. Sebentar lagi kita tentukan tanggalnya, gumam Risma.


[+/-] Silahkan Baca Selengkapnya...

Jumat, 07 Agustus 2009

Sang Motivator Elang

Belajar dari Elang??? Kenapa tidak...!

Elang merupakan jenis unggas yang mempunyai umur paling panjang didunia. Umurnya dapat mencapai 70 tahun. Tetapi untuk mencapai umur sepanjang itu, seekor elang harus membuat suatu keputusan yang sangat berat pada umurnya yang ke 40.

Ketika elang berumur 40 tahun, cakarnya mulai menua, paruhnya menjadi panjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dadanya. Sayapnya menjadi sangat berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal, sehingga sangat menyulitkan waktu terbang. Pada saat itu, elang hanya mempunyai dua pilihan: Menunggu kematian, atau mengalami suatu proses transformasi yang sangat menyakitkan, suatu proses transformasi yang panjang selama 150 hari.

Untuk melakukan transformasi itu, elang harus berusaha keras terbang ke atas puncak gunung untuk kemudian membuat sarang di tepi jurang , berhenti dan tinggal disana selama proses transformasi berlangsung.

Pertama-tama, elang harus mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruh tersebut terlepas dari mulutnya, kemudian berdiam beberapa lama menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yang baru tumbuh itu, ia harus mencabut satu persatu cakar-cakarnya dan ketika cakar yang baru sudah tumbuh, ia akan mencabut bulu badannya satu demi satu. Suatu proses yang panjang dan menyakitkan. Lima bulan kemudian, bulu-bulu elang yang baru sudah tumbuh.

Elang mulai dapat terbang kembali. Dengan paruh dan cakar baru, elang tersebut mulai menjalani 30 tahun kehidupan barunya dengan penuh energi!

Dalam kehidupan kita ini, kadang kita juga harus melakukan suatu keputusan yang sangat berat untuk memulai sesuatu proses pembaharuan. Kita harus berani dan mau membuang semua kebiasaan lama yang mengikat, meskipun kebiasaan lama itu adalah sesuatu yang menyenangkan dan melenakan.

Kita harus rela untuk meninggalkan perilaku lama kita agar kita dapat mulai terbang lagi menggapai tujuan yang lebih baik di masa depan. Hanya bila kita bersedia melepaskan beban lama, membuka diri untuk belajar hal-hal yang baru, kita baru mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan kita yang terpendam, mengasah keahlian baru dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan.

Halangan terbesar untuk berubah terletak di dalam diri sendiri dan kitalah sang penguasa atas diri kita. Jangan biarkan masa lalu menumpulkan kehidupan dan melayukan semangat kita. Kita adalah elang-elang itu. Perubahan pasti terjadi.
Oleh karena itu, kita harus berubah!

Yah..sebagai motivasi khususnya diri sendiri, makasih buat sumber

Mmm...sayang ya...yang terbang di webblogQ hanya burung walet, bukannya Sang Elang...

[+/-] Silahkan Baca Selengkapnya...

Minggu, 02 Agustus 2009

Sabar Dalam Penantian

Merindukan pendamping hidup adalah fitrah setiap insan. Wanita, sebagai makhluk Alloh yang cenderung ingin diayomi atau dilindungi, tentu wajar berharap pula akan kehadiran seorang ikhwan dalam hidupnya. Dan saat menanti adalah ujian berat bagi seorang gadis. Sebagai bunga yang sedang mekar atau yang mungkin telah mekar sekian lama, seringkali ia terlena dengan tawaran manis si kumbang yang datang mempesonanya. Sayang, kebanyakan kumbang–kumbang itu sekedar ingin menggoda saja. Malah ada pula yang sekedar ingin menghisap madunya tanpa mau bertanggung jawab. Na’udzubillah! Begitulah fakta di masa kini. Realita fitnah syahwat yang terjadi di mana–mana hingga banyak wanita kehilangan kehormatannya. Karena itu, setiap gadis muslimah hendaknya pandai–pandai menjaga diri dan selalu berhati–hati, jangan sampai tertipu. Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan oleh seorang gadis muslimah dalam penantian?

a. Memperbanyak amal ibadah

Seorang muslimah dalam masa penantian hendaknya semakin mendekatkan diri kepada Alloh. Pendekatan diri kepada Alloh dengan memperbanyak amal ibadah, khususnya ibadah sunnah. Karena ia bisa menjadi perisai diri dari berbagai godaan.

b. Do’a dan tawakal

Rezeki, maut, termasuk jodoh manusia sudah diatur oleh Alloh, dan Dia maha mengetahui yang terbaik bagi hambaNya, yang bisa kita lakukan adalah berikhtiar dan berdoa, kemudian bertawakal kepadaNya. Hanya kepada Alloh kita berserah diri dan mohon pertolongan. Berdoalah agar segera dikaruniai jodoh yang shalih, yang baik agamanya, dan bisa membawa kebahagiaan bagi kita di dunia dan akhirat. Yakinlah Alloh akan memberikan yang terbaik. Bukankah Dia akan mengikuti persangkaan hambaNya? Karena itu jangan pernah berburuk sangka terhadap Alloh.

c. Mempersiapkan diri, membekali diri dengan ilmu

Bekali diri dengan ilmu, khususnya ilmu agama, terutama yang berkaitan dengan kerumah tanggaan. Lalu, bekali diri dengan keterampilan berumah tangga. Seorang suami tentu saja akan senang bila istrinya terampil dan cekatan. Terakhir, persiapkan diri menjadi istri shalihah dan sebaik–baik perhiasan bagi suami. Jangan lupa untuk merawat diri agar selalu tampil cantik dan segar. Tapi ingat, kecantikan itu tidak untuk diumbar sembarangan, persembahkan hanya untuk suami tercinta kelak.

Kepada para ikhwan

Bagi para ikhwan, ketahuilah sesungguhnya telah banyak akhwat yang siap. Mereka menunggu pinanganmu. Mereka menunggu keberanianmu. Tunggu apalagi jika engkau pun sudah siap menikah dan merindukan seorang istri? Ayolah, jangan ikhlaskan wanita–wanita shalihah itu dinikahkan dengan laki – laki yang tak baik agamanya. Ingat bahwa Alloh akan menolong seorang pemuda yang berniat menikah demi menyelamatkan agamanya. Karena itu, bersegeralah mencari pendamping yang bisa membantumu bertaqwa kepada Alloh.

Sumber : Majalah Nikah

[+/-] Silahkan Baca Selengkapnya...

Kamis, 16 Juli 2009

"MAcam2 Dosa & Cara Bertaubat"

Macam-Macam Dosa

1. Dosa Besar.
yaitu dosa yang disertai ancaman hukuman di dunia, atau ancaman hukuman di akhirat.

Abu Tholib Al-Makki berkata: Dosa besar itu ada 17 macam, yaitu :
4 macam di hati, yaitu:
1. Syirik.
2. Terus menerus berbuat maksiat.
3. Putus asa.
4. Merasa aman dari siksa Allah.

4 macam pada lisan, yaitu:
1. Kesaksian palsu.
2. Menuduh berbuat zina pada wanita baik-baik.
3. Sumpah palsu.
4. mengamalkan sihir.

3 macam di perut. yaitu :
1. Minum Khamer.
2. memakan harta anak yatim.
3. memakan riba.

2 macam di kemaluan. yaitu :
1. zina.
2. Homo seksual.

2 macam di tangan. yaitu :
1. membunuh.
2. mencuri.

1 di kaki, yaitu :
lari dalam peperangan

1 di seluruh badan, yaitu :
durhaka terhadap orang tua.


2. Dosa kecil.
Yaitu dosa-dosa yang tidak tersebut diatas

3. Dosa kecil yang menjadi besar
3.1. Yaitu dosa kecil yang dilakukan terus menerus.
Rasulullah bersabda: tidak ada dosa kecil apabila dilakukan dengan terus menerus dan tidak ada dosa besar apabila disertai dengan istighfar. Allah juga berfirman: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]: 135)

3.2. Menganggap remeh akan dosa.
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya seorang mu’min dalam melihat dosanya, bagaikan seorang yang berada di puncak gunung, yang selalu khawatir tergelincir jatuh. Adapun orang fasik dalam melihat dosanya, bagaikan seseorang yang dihinggapi lalat dihidungnya, maka dia usir begitu saja.” (HR. Bukhori Muslim)

3.3. Bergembira dengan dosanya.
Allah berfirman: “Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. Al Baqarah [2]: 206)

3.4. Merasa aman dari makar Allah.
Allah berfirman: “Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia, kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan rahasia untuk berbuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri: “Mengapa Allah tiada menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka neraka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al Mujadilah [58]: 7)

3.5. Terang-terangan dalam berbuat maksiat.
Rasulullah bersabda: “Semua ummatku akan diampunkan dosanya kecuali orang yang mujaharah (terang-terangan dalam berbuat dosa) dan yang termasuk mujaharah adalah: Seorang yang melakukan perbuatan dosa di malam hari, kemudian hingga pagi hari Allah telah menutupi dosa tersebut, kemudian dia berkata: wahai fulan semalam saya berbuat ini dan berbuat itu. Padahal Allah telah menutupi dosa tersebut semalaman, tapi di pagi hari dia buka tutup Allah tersebut.” (HR. Bukhori Muslim)

3.6. Yang melakukan perbuatan dosa itu adalah seorang yang menjadi teladan.
Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang memberi contoh di dalam Islam dengan contoh yang jelek, dia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya setelah dia tanpa dikurangi dosa tersebut sedikitpun.” (HR. Muslim)


Jalan Menuju Taubat

1. Mengetahui hakikat taubat.
Hakikat taubat adalah: Menyesal, meninggalkan kemaksiatan tersebut dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi. Sahal bin Abdillah berkata: “Tanda-tanda orang yang bertaubat adalah: Dosanya telah menyibukkan dia dari makan dan minum-nya. Seperti kisah tiga sahabat yang tertinggal perang”.

2. Merasakan akibat dosa yang dilakukan.
Ulama salaf berkata: “Sungguh ketika saya maksiat pada Allah, saya bisa melihat akibat dari maksiat saya itu pada kuda dan istri saya.”

3. Menghindar dari lingkungan yang jelek.
Seperti dalam kisah seorang yang membunuh 100 orang. Gurunya berkata: “Pergilah ke negeri sana … sesungguhnya disana ada orang-orang yang menyembah Allah dengan baik, maka sembahlah Allah disana bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke negerimu, karena negerimu adalah negeri yang jelek.”

4. Membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya.

5. Berdo’a.
Allah berfirman mengkisahkan Nabi Ibrahim: “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” Al Maraghi berkata: “Yang dimaksud ”terimalah taubat kami” adalah: Bantulah kami untuk bertaubat agar kami bisa bertaubat dan kembali kepada-Mu.”

6. Mengetahui keagungan Allah yang Maha Pencipta.
Para ulama salaf berkata: “Janganlah engkau melihat akan kecilnya maksiat, tapi lihatlah keagungan yang engkau durhakai.”

7. Mengingat mati dan kejadiannya yang tiba-tiba.

8. Mempelajari ayat-ayat dan hadis-hadis yang menakuti orang-orang yang berdosa.

9. Membaca sejarah orang-orang yang bertaubat.

*Sumber


[+/-] Silahkan Baca Selengkapnya...

Rabu, 08 Juli 2009

Saat Harus Berbicara

Para ulama salaf, telah banyak menyimpan pelajaran yang berharga yang tak mungkin diterlantarkan begitu saja. Terlalu merugi untuk tidak membuka dan menelaah ulang lembaran kehidupan yang terhampar itu.

Tak ada tempat belajar tentang sosok-sosok mulia melebihi pelajaran mahal dari mereka. Pelajaran tentang jalan meretas kehidupan indah, dunia dan akhirat. Salah satu pelajaran dari mereka itu adalah saat-saat di mana kita akan menggunakan lisan kita.

Lisan, karunia Alah yang sangat berharga, bentuknya memang relatif kecil bila dibandingkan dengan anggota tubuh yang lain, namun ternyata memiliki peran yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Lisan merupakan bagian tubuh yang paling banyak digunakan dalam keseharian kita.

Celaka dan bahagia ternyata tak lepas dari bagaimana manusia memosisikan organ kecil tersebut. Bila lidah tak terkendali, dibiarkan berucap sekehendaknya, alamat kesengsaraan akan segera menjelang. Sebaliknya bila ia terkelola baik, hemat dalam berkata, dan memilih perkataan yang baik-baik, maka sebuah alamat akan datangnya banyak kebaikan. Menjadi nilai ibadah di sisi-Nya.

Allah menyerukan umat manusia untuk berkata baik dan menghindari perkataan buruk. Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman, artinya:

“Dan katakan kepada hamba-hamba-Ku, “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al Isra’: 53).

”Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS. An-Nahl: 125).

Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan lisannya yang begitu fasih berbicara. Bahkan tak sedikit orang yang belajar khusus agar memiliki kemampuan bicara yang bagus. Lagi-lagi, lisan memang karunia Allah yang demikian besar. Dan ia harus selalu disyukuri dengan sebenar-benarnya. Caranya tentu dengan menggunakan lisan untuk bicara yang baik bukan dengan mengumbar pembicaraan semau sendiri.

Apa yang dihasilkan dari lisan manusia memiliki implikasi yang sangat luas terhadap dirinya dan orang lain. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam melukiskan lisan dan hati sebagai kekayaan yang sangat berharga.

Tsauban Radhiyallahu 'Anhu menceritakan ketika ayat 34 surat at-Taubah (”Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak”) turun, kami sedang dalam suatu perjalanan. Kemudian beberapa orang sahabat berkata, ”Ayat tersebut turun berkenaan dengan emas dan perak. Seandainya kami tahu harta yang paling baik, tentu kami akan menyimpannya.”

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam kemudian bersabda,
”Harta yang paling baik adalah lisan yang selalu berzikir, hati yang selalu bersyukur, dan isteri yang beriman yang membantu suaminya dalam merealisasikan keimanannya.” (HR. A t-Tirmidzi).
Nilai strategis lisan dalam kehidupan manusia tampak pada ungkapan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ketika beliau menjawab pertanyaan Uqbah bin Amir Radhiyallahu 'Anhu. Dalam satu riwayat Uqbah Radhiyallahu 'Anhu berkata,

”Aku bertanya, ”Wahai, Rasulullah! Apakah jalan keselamatan? Beliau menjawab, ”Tahanlah lidahmu, berdiamlah di rumahmu, dan tangisilah kesalahanmu.” (HR. At-Tirmidzi).

Rentetan kata demi kata yang mengucur dari lisan seseorang, implikasi dan pengaruhnya bisa melebihi kapasitas dirinya dan zamannya. Akan menggema dan dapat memantul di semua benua. Banyak ungkapan yang lahir dari lisan seseorang memiliki nilai abadi. Bukankah nasihat dan dakwah para ulama salaf kita didominasi oleh peran lisan?

Tetapi sebaliknya, segalanya menjadi alamat petaka bila tak tertuntun. Lisan bisa berefek ganda dan luar biasa pengaruhnya terhadap kehidupan ini. Terkadang ia dapat meluncurkan sejumlah kebaikan dan kemanfaatan yang luas bagi siapa yang menjaganya dengan baik dan mempergunakannya sebagaimana diharapkan syari’at. Sebaliknya, lisan juga dapat meluncurkan sejumlah kejelekan yang membahayakan dirinya dan orang lain bagi siapa yang menggunakannya dengan tanpa pertimbangan.

Berapa banyak hati menjadi tercerai-berai karenanya? Berapa banyak darah tertumpah habis karenanya? Sebagaimana telah banyak hati dan perasaan terluka karenanya.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا ، يَزِلُّ بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ الْمَشْرِقِ


“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan suatu kata yang ia tidak memperhatikannya—tidak memikirkan akibatnya—ternyata karenanya ia dilemparkan ke dalam neraka lebih jauh dari apa-apa yang ada di antara timur dan barat.” (HR. Bukhari).

Bahaya lisan yang tidak dikendalikan oleh norma dan tuntunan syariat bisa menyeret seseorang ke jurang kebinasaan. Untuk itu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menasihati agar menjaga lidah dengan baik. Beliau menganjurkan kita untuk diam ketika bukan perkataan baik yang akan terucap.
|
“Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhirat maka berkatalah yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Karena ketajaman lidah memang sangatlah berbahaya, bahkan dosa bisa membiak dan beranak pinak dari lisan. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya.” (HR. Al- Thabrani, Ibnu Abi Dunya, dan Al Baihaqi).

Atas dasar itu kita dapat memahami nilai keutamaan menjaga lidah yang diajarkan oleh para salaf, tentang sikap waqqof (berhati-hati dalam berucap).

Tersebutlah Umar bin Abdul Aziz—rahimahullah—pernah menulis surat yang isinya sebagai berikut, “Amma ba’d. Sesungguhnya orang yang banyak mengingat kematian, ia akan senang dengan bagian dunia yang sedikit; orang yang menganggap bicaranya itu termasuk amal perbuatannya, ia akan sedikit berbicara, kecuali dalam hal yang akan membawa kebaikan buat dirinya.Wassalam.”

Begitu pula ketika seorang lelaki yang datang menemui Salman al-Farisi Radhiyallahu 'Anhu, lalu berkata kepadanya, “Berikanlah aku nasihat .” Beliau berkata, “Jangan bicara.” Sang penanya kemudian berujar, “Orang yang hidup di tengah manusia, mana bisa tidak berbicara?” Beliau menanggapi, “Kalaupun Anda hendak berbicara, berbicaralah yang benar, atau diam.” Lelaki itu berkata lagi, Tolong tambahkan yang lain.” Beliau berkata, “Jangan marah.” Lelaki itu berkomentar, “Kalau tidak bisa menahan diri, terkadang aku tidak sadar.” Beliau berkata menanggapi, “Kalau begitu, bila engkau marah, jaga lidah dan tanganmu.” “Tambahkan lagi”, lelaki itu meminta. Beliau berkata, “Jangan campuri urusan orang lain.” “Orang yang hidup bersama orang banyak, tak mungkn tidak mencampuri urusan orang lain,” sanggahnya. Beliau berkata, “Kalau engkau harus mencampuri urusan orang lain, katakan perkataan yang benar, dan tunaikan amanah kepada yang berhak.”

Suatu saat, Umar Radhiyallahu 'Anhu menemui Abu Bakr ash-Shiddiq Radhiyallahu 'Anhu yang sedang menarik lidahnya. Maka, Umar heran dengan tingkah ‘aneh’ sahabatnya ini. Lalu berkata Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu, “Sesungguhnya (lidah) ini telah membawaku pada sejelek-jelek perkataan.”

Duhai, jika saja Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu, manusia termulia di kalangan sahabat masih risau dengan lisannya, maka kitalah yang lebih pantas memiliki risau yang sangat itu.

Begitulah, mereka yang telah mendahului kita dalam kebaikan agama ini, amat tidak menyukai perkataan yang tidak berguna. Mereka menilai suatu ucapan sebagai ucapan yang tidak berguna apabila bukan Kitabullah (Al Quran), bukan mempelajari Kitabullah, bukan untuk beramar ma’ruf dan nahi munkar, dan bukan untuk membicarakan hal yang menyangkut kebutuhan hidup.

Pembaca yang budiman, apakah Anda mengingkari bahwa Anda dijaga para malaikat yang mulia yang akan mencatat amal perbuatan, di kiri dan kanan Anda?

Setiap kata yang terlontar dari bibir Anda pasti akan dicatat oleh malaikat yang Raqib dan Atid. Apakah kita tidak malu apabila catatan amal kita yang diisi di penghujung waktu siang , yang sesungguhnya sebagian besar di antaranya ternyata bukanlah termasuk urusan agama maupun dunia yang bermanfaat bagi kita?”

Lidah yang tersibukkan dengan aib orang lain, bisa jadi aib tersebut juga ada pada kita. Pikirkan, apa yang akan dilakukan Rabb terhadap kita bila menggunjing sesama Muslim dengan suatu yang juga sebenarnya ada pada diri kita? Dan boleh jadi aib kita ternyata lebih besar.

Memang tak mudah, sebagaimana yang dikatakan oleh Fudhail bin Iyadh—rahimahullah—bahwa sikap wara’ yang paling berat dilakukan adalah memelihara lidah. Namun, dengan taufiq Allah yang diikuti rasa takut terhadap balasan dan siksa-Nya, segalanya bisa terjadi.

Terakhir, tulisan ini tidaklah bermaksud memangkas semangat Anda untuk mendakwahkan untaian-untaian kata dari lisan Anda. Sama sekali tidak. Lisan itu sendiri tidaklah bersalah. Yang salah adalah ketika digunakan bermaksiat ataukah dalam aktivitas dakwah Anda ia hanya terhenti pada jejak-jejak kata yang tidak Anda terjemahkan dalam bentuk konkrit, dalam bentuk amal. Dan seperti itulah sejatinya.
Wallahul Waliyyu At Taufiq. Abu Zubair Marzuki Umar (Al Fikrah No.21/Tahun X/Radjab 1430 H)

[+/-] Silahkan Baca Selengkapnya...

Minggu, 28 Juni 2009

Jangan Biarkan Palestina Menangis Lagi


Jangan biarkan Palestina menangis lagi
Kemarin ribuan tahun yang lalu ia menangis
Nyaring suaranya menggema di sudut-sudut Sumeria Yerussalem
Dihempas-hempas rasa jengkel marah benci emosi
Di bangkangan risalah Nabi-Nabi
Generasi kera babi
Jangan biarkan Palestina menangis lagi
Seribu lima ratus tahun yang lalu ia telah merdeka
Senyum sempat tersungging di bibirnya
Sajadah-sajadah cinta terhampar elok di atasnya
Sujud-sujud ‘abdi begitu khusu’nya
Dia bahagia
Jangan biarkan Palestina menangis lagi
Berpuluh-puluh tahun yang lalu mereka kembali beraksi
Merobek sajadah-sajadah suci
Menikam nurani bersih
Menghancur bahagia ‘abdi
Menangis ia kembali menangis
Jangan biarkanPalestina menangis lagi
Menangis ia kembali menangis
Menangis keras terdengar jelas
Menggema di lorong-lorong negeri
Dipantulkan bumi tembus ke langit tinggi
Jangan biarkan Palestina menangis lagi
Dan hari ini ia kembali menangis
Suaranya nyaring menggema mengarap empati muslim sejati
Anak-anak Kholid bin Walid
Putra-putra Umar bin Khottob
Tentara-tentara Al- Ayyubi
Di seluruh penjuru negeri
Untuk kebebasan tanah suci
Negeri yang diberkahi
Kiblat Muslim pertama kali
Akan terus terpatri
Hidup di dalam hati
Hingga jasad berhenti
mati
Jangan biarkan Palestina menangis lagi

"Abu Hijaz" Merindu Bidadari, Penjara suci STIBA Makassar. (27.06.09)
(Terpilih Sebagai Puisi Terbaik I pada acara "Sehari di Palestina", KOMAT Palestina)

[+/-] Silahkan Baca Selengkapnya...

Sabtu, 27 Juni 2009

under_construction

[+/-] Silahkan Baca Selengkapnya...

.: Ada2 Aja :.

Koleksinya - Mr. Cofasus